BUDAYA DAN PERADABAN MASYARAKAT
ADONARA
(sebuah saduran dari catatan-catatan
lepas anak Adonara)
Oleh
Adonara adalah nama sebuah pulau kecil, masuk dalam wilayah
administrasi Propinsi kepulauan Nusa Tenggara Timur, Kabupaten Flores Timur dan
berada diantara gugusan pulau yang disebut Kepulauan Solor/Solot tepatnya di
ujung timur pulau Flores. Pulau dengan luas wilayah sekitar 509 km2 dengan
jumlah penduduk sekitar 106.334 jiwa dan menyebar ke delapan kecamatan
diantaranya; Kecamatan Adonara Barat, Wotanulumado, Adonara Tengah, Adonara
Timur, Ile Boleng, Witihama, Kelubagolit, dan Adonara.
Masyarakat Adonara mengakui bahwa leluhur mereka hidup di
pulau Adonara semenjak bumi ini diciptakan. Asal usul manusia pertama yang
menghuni pulau ini tertelusuri dalam ungkapan Tadon Tana Geto Nara Nuha Nebon
(Tadon tana terputus nara pulau terdampar) dan juga ungkapan lain yang diyakini
sebagai koda/firman/sabda penciptaan semesta yang termuat dalam ungkapan Pe
buta bĂȘte walan mara tana tawan ekan gere (kehidupan bermula ketika lumpur
mengering dan nampaklah daratan). Ungkapan-ungkapan ini memuat padangan
kosmologis dan sering dikaitkan dengan bencana mencairnya kutub es akibat
meletusnya gunung berapi. Tertelusri dalam mitologi dan legenda yang masih
terwariskan secara tutur, keturunan asli Adonara berasal dari Ile Jadi
Woka Buruk (Terlahir dari gunung dan dibesarkan oleh bukit). Keturunan asli ini
hidup dengan berburu dan meramu makanan tingkat sederhana sebelum adanya
pegaruh budaya luar. Peradaban ini termuat dalam inti mitos kewae sode
bolen, sedon lepan ina dan peni masan dai. Tercatat ada tiga gelombang
kedatangan yang mempengaruhi perkembangan peradaban manusia yang mendiami Pulau
Adonara.
Gelombang pertama membawa pola peradaban berburu
dan meramu makanan tingkat lanjut. Pola perdaban in tercermati
dalam inti mitos tentang Kelake Ado Pehang Beda dan Kwae Sode Boleng di
Pulau Adonara, juga tentang Pati Golo Arakiang dan Oa Wato Wele di Daratan
Flores Bagian Timur. Keturunan mereka dikenal sebagai Ata Tanah Alapen (manusia
penghuni pertama) sebagai gelombang pertama yang menginjakan kaki di
Tanah Lamaholot (Adonara). Secara geologis keturunan ini berada pada masa
Paleolitikum. Gelombang kedua membawa pola peradaban penataan hidup dengan Sang
Maha Pencipta, sebagai gelombang kedatangan Sina-Jawa (Cina-Jawa) atau dalam
ungkapan lau sina papan dai, lali jawa wakon haka (datang dari belakang Cina
dan dari seberang Jawa). Gelombang kedatangan ini disebut keturunan pati-beda
yang membawa peradaban bercocok tanam dan sistem religi yang ditandai dengan
adanya ritual mula nuba (pendirian altar). Secara geologis keturunan ini berada
pada masa mesolitikum.dan disebut keturunan Ata Rera Wulan Alape yang mengatur
hubungan sosial dan menata urusan kerohanian. Gelombang ketiga dari
Serang-Goran dengan terlebih dahulu menaklukan Rara Gong. Gelombang ini membawa
pola peradaban penataan ketahanan diri dan ketahanan sosial baik individu,
keluarga, suku maupun lewo. Gelombang ini kemudian mengambil alih kekuasaan
dari keturunan gelombang pertama. Peradaban ini ditandai dengan ritus
Mula Nuba Ada Nara (penataan urusan kerohanian dan fisik/jasmaniah dalam
konteks sosial). Ata Seran-Goran tiba di Adonara (Lamaholot) karena perebutan
mata kail dan warisan pusaka Anan Koda dan lodan (muncul sendiri dari dalam
Bumi) berbahan perunggu. Secara geologis berada pada zaman neolitikum dan
keturunan mereka dikenal sebagai ”Ata Lewotana Alapen” (Penguasa Lewotana).
Masyarakat Adonara meyakini bahwa hidup dan keberadaan
mereka di muka bumi ini karena koda;koda kirin;koda pulo kirin lema
(fiman/sabda). Koda kirin diyakini sebagai Sang Pencipta atau Rera Wulan Tana
Ekan dan tersimbolkan dibalik makna rie hikun liman wanan dalam lingkup
keluarga, nayu bayan dalam lingkup suku dan nuba nara/eken matan pito dalam
lingkup lewo/lewotana. Religi masyarakat Adonara terorientasi dengan alam,
leluhur dan dengan Sang Pencipta dan terpusat pada koda kirin. Koda kirin
diyakini bernilai religius dan dipadang sebagai falsafah hidup.
Sistem pengetahuan masyarakat Adonara terpusat pada Koda
kirin dan terwariskan secara tutur oral mulai dari lingkungan keluarga, suku
dan lewo dalam bentuk bahasa Lamaholot. Koda kirin yang memuat sistem
pengetahuan ini disimpan dibalik inti mitos atau legenda yang dituturkan sesuai
garis kesulungan dalam keluarga, suku dan lewo dan terpraktekan dalam
keseharian hidup. Dalam keseharian masyarakat hidup dengan bertani, mengolah
perkebunan, beternak dan nelayan. Masyarakat yang bermukim dipedalaman
sebagai petani dan mengolah hasil perkebunan dikenal dengan ata kiwan.
Sementara yang hidup dipesisir pantai sebagai nelayan dikenal dengan ata watan.
Dalam keseharian, baik petani maupun nelayan masih terpaku pada pola-pola
tradisional religius.
Secara umum, struktur sosial masyarakat Adonara terdiri dari
ata tana alape, ata rera wulan alape, ata lewotana alape dan ribu ratu yang
memiliki hak, fungsi dan peran masing-masing. Kelompok struktur sosial terkecil
adalah suku lango (keluarga), berkembang menjadi suku suku wungu (suku/klen)
lalu membentuk lewo (desa) atau dikenal dengan lewotana. Dalam lingkup
lewo/lewotana, mulai ada pembagian peran diantaranya tana alape, rera wulan
alape, lewotana alape dan ribun ratu dengan pola empat penjuru diantaranya;
hikun teti wanan lali sebagai kelompok yang berperan sebagai penatuan kampung
dan yang berkuasa untuk memimpin. Lein lau weran rae sebagai kelompok yang
berperan mengurusi hubungan dengan kelompok masyarakat yang lain dan yang
bertanggungjawab atas masalah perang dan damai. Dua pola meko mirek sebagai
kelompok yang memegang kekuatan luhur, bertugas
membacakan/melafalkan/menceritakan asal usul/sejarah dan menjaga tatanan adat.
Uaken tukan wai matan sebagai kelompok yang menjamin pertumbuhan ekonomi, yang
mengupayakan kesejatraan masyarakat, serta meramalkan suatu kejadian atau
tanda. Pembagian fungsi dan peran kelompok sosial ini terlihat pada
ritual-ritual adat. Seiring berjalannya waktu, pembagian peran dengan pola
empat penjuru ini semakin tenggelam akibat sistem kerajaan, kolonialisme dan
NKRI. Kelompok-kelompok sosial yang terbentuk selanjutnya lebih dipengaruhi
oleh kepentingan ekonomi politik yang dipimpin oleh sesorang kapitan yang
terbagi dalam dua kakang/wilayah besar yaitu Demon Lewo Pulo dan Paji Watan
Lema dibawah kekuasan seorang Raja tetapi setelah NKRI berdiri, kelompok sosial
ini dikenal dengan kecamatan.
Seluruh dimensi kehidupan berpusat pada koda kirin,
terpraktekan dalam keseharian hidup mulai dari keluarga, suku dan lewo dimana
manusia sebagai objek sekaligus subjek baik dalam dimensi sosial-politik,
religi dan hukum. Dimensi-dimensi sosial ini selayaknya institusi agama, adat,
Negara dan masyarakat dimana keserasian dan keseimbangan hidup tergantung
kepatuhan manusia pada koda kirin yang terorientasi dengan alam, leluhur dan
Rera Wulan Tana Ekan dan tersimbolkan pada rie hikun liman wanan, nayu bayan,
dan nuba nara dalam lingkup keluarga, suku dan lewo/lewotana. (KA;dari berbagai
sumber)
tulisan ini di ambil di grup facebook adonara atas ijin penulisnya.
Termikasi atas wawasan ini, sangat bermanfaat bagi goe yang besar di perantauan orang dan kurangnya wawasan adat istiadat adonara.salam dari goe oswaldus amalaga doni-kiwang ona,woka belolon
BalasHapus