Minggu, 24 Maret 2013

PENYAKIT THALASSEMIA




PENYAKIT THALASSEMIA









MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Seminar Biologi

OLEH

DARMAWAN HANAFI
082 201 0307



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH KUPANG
KUPANG
2011




KATA PENGANTAR




         Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini sebagaimana mestinya. makalah ini berjudul “PENYAKIT THALASSEMIA“ yang merupakan salah satu syarat mengikuti mata kuliah seminar biologi dari Program Studi pendidikan biologi pada Fakultas keguruan dan ilmu pengetahuan Universitas Muhammadiyah Kupang. Dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan terima kasih yang sebesar– besarnya kepada:
1.             Ibu Yusnaeni, S.Pd.M.Pd.dosen yang mengasuh yang mengikuti mata kuliah seminar biologi
2.             Bapak Sudirman S.Pd.M.Pd, dosen yang mengasuh mata kuliah teknik penulisan karya
       Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri. Saran dan kritik yang membangaun untuk kesempurnaan penulisan ini sangat kami harapkan.
                                                                                      
Kupang, Mei 2011.


Penulis
 
ABSTRAK

Hanafi, Darmawan. 2011. Penyakit Thalassemia. Makalah Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan      Pendidikan MIPA FKIP Universitas Muhammadiyah Kupang

     Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui apa itu Apa itu penyakit Thalassemia, apa penyebabnya dan bagaimana cara penanggulangannya
        Ada 2 kelompok gen yang bertanggung jawab dalam proses pengaturan rantai globin pada hemoglobin, yaitu kluster gen globin-α dan kluster gen globin-β. penyakit  Thalassemia merupakan penyakit genetik dimana terganggunya sel darah merah akibat kelainan gen pada hemoglobin. Secara molekuler talasemia dibedakan Talasemia alfa, Talasemia beta dan Thalasemia Intermedia/delta sedangkan secara klinis talasemia dibedakan atas Thalasemia Mayor dan Thalasemia Minor. Gejala Thalesemia yakni terjadinya gejala pucat atau Anemia, limpa membesar dan terjadi perubahan bentuk tulang muka
     Dari studi literatur disimpulkan bahwa Tindakan preventif yang dianjurkan dalam pengendalian thalassemia pada negara-negara berkembang adalah tindakan preventif berupa skrining penyakit thalassemia pada pupulasi tertentu, konseling genetik pranikah dan prenatal diagnosis. Tidak ada obat yang dapat menyembuhkan thalassemia. Adapun pengobatan yang sering dilakukan adalah Cangkok sumsum tulang ( CST), Transfusi darah  dan Terapi.

Kata kunci : Darah,Hemoglobin,Thalasemia.Penyakit Genetik
 
BAB I
PENDAHULUAN


A.           Latar Belakang
      Tubuh manusia ibarat sebuah mesin canggih yang tiada tandingannya di dunia ini. Setiap organ atau komponen saling mendukung sehingga membentuk mekanisme kerja yang seirama dalam satu kesatuan. Salah satu komponen vital tubuh manusia adalah darah. Darah ibarat alat transportasi internal yang mendukung semua kerja tubuh manusia. Otomatis, kelainan pada darah bisa mengganggu sistem sirkulasi tubuh.
       Selain leukemia, Salah satu penyakit akibat kelainan darah adalah thalassemia. Thalassemia juga penyakit kelainan darah yang banyak diderita anak-anak. Bila leukemia merupakan kanker darah, maka thalassemia bukan kanker darah akan tetapi penyakit akibat kelainan darah yaitu terlalu cepat dihancurkannya sel-sel darah merah atau sel eritrosit oleh tubuh penderita. Thalassemia merupakan penyakit darah herediter (keturunan) yang paling sering dan akan merupakan kelainan genetik utama yang timbul setelah penyakit infeksi dan gangguan gizi teratasi di Indonesia (Ganie, 2005).
     Thalassemia telah menimbulkan berbagai masalah kesehatan dunia terutama pada negara-negara berkembang, sehingga WHO pada tahun 1983 telah mencantumkan program penanganannya. Keberadaan penyakit tersebut di Indonesia, harus dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat yang serius, karena skrining pengemban sifat kelainan darah tersebut pada berbagai populasi menujukkan angka yang cukup memprihatinkan. Pada beberapa populasi, frekuensi pengemban sifat thalassemia sangat tinggi mencapai 10% dan 36% untuk Hb-E (Lanni, 2002).
      Thalasemia sudah ada di tengah masyarakat Indonesia. Hasil riset terbaru sangat mencengangkan. Dimana sekitar 20 juta penduduk Indonesia membawa gen penyakit talasemia. Mereka berpeluang mewariskan penyakit kelainan darah itu kepada keturunannya (Trubus Online, 2007).
Data menunjukkan, terdapat 3.000 penderita thalasemia yang terdaftar dan tersebar di Pulau Jawa. Dari jumlah itu, 1.300 di antaranya tinggal di Jakarta. Untuk Indonesia, diperkirakan terdapat 3.000 penderita baru setiap tahun. Sementara di Thailand, terjadi penambahan penderita thalasemia sebanyak 12 ribu orang setiap tahunnya (Departemen Kesehatan, 2007)
         Sementara menurut data Yayasan Thalassemia Indonesia, Penderita thalassemia terus meningkat setiap tahun. Penderita yang berobat di Pusat Thalassemia RSCM hingga Juli 2008 mencapai 1.412 orang. Sebanyak 775 penderita penyakit ini adalah laki-laki (Simbolon, 2009).
      Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa perlu untuk mengangkat masalah ini. Thalasemia memang kurang populer. Namun, bukan berarti tak ada penderita penyakit ini di sekitar kita. Dengan mengenal Thalassemia seperti dampak, gejala, perawatan, pencegahan dan pengobatannya, maka penyakit ini dapat ditanggulangi dan tidak merenggut nyawa.

B.            Rumusan Masalah
       Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah “Apa itu penyakit Thalassemia, apa penyebabnya dan bagaimana cara penanggulangannya?”

C.           Batasan Masalah
      Agar masalah pembahasan tidak terlalu luas dan lebih terfokus pada masalah dan tujuan dalam hal ini pembuatan makalah ini, maka dengan ini penyusun membatasi masalah hanya pada ruang lingkup penyakit Thalassemia α dan β.

D.           Tujuan Penulisan
1.             Untuk mengetahui Apa itu penyakit Thalassemia.
2.             Untuk mengetahui apa penyebabnya dan bagaimana cara penanggulangannya.

E.            Manfaat Penulisan
         Adapun kegunaan dalam penelitian ini  yaitu :
1.             Sebagai bahan masukan bagi mahasiswa tentang penyakit Thalassemia.
2.             Bagi penulis merupakan untuk memperdalam pengetahuan dan keilmuan mata kuliah Seminar  Biologi.



BAB II
PEMBAHASAN


A.           Tinjauan Umum Darah
1.             Pengertian.

       Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme, dan juga sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri. Istilah medis yang berkaitan dengan darah diawali dengan kata Hemo atau Hemato yang berasal dari bahasa Yunani haima yang berarti darah (Aninomous1, 2002).
      Darah manusia juga berarti cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Hormon-hormon dari sistem endokrin juga diedarkan melalui darah.
2.             Struktur darah
        Darah terdiri daripada beberapa jenis korpuskula yang membentuk 45% bagian dari darah. Bagian 55% yang lain berupa cairan kekuningan yang membentuk medium cairan darah yang disebut plasma darah. Korpuskula darah terdiri dari Sel darah merah atau eritrosit (sekitar 99%), Keping-keping darah atau trombosit (0,6 - 1,0%), Sel darah putih atau leukosit (0,2%) (Aninomous1, 2002).
          Dalam sel darah merah atau eritrosit Eritrosit tidak mempunyai nukleus sel ataupun organela, dan tidak dianggap sebagai sel dari segi biologi. Eritrosit mengandung hemoglobin dan mengedarkan oksigen. Sel darah merah juga berperan dalam penentuan golongan darah. Orang yang kekurangan eritrosit menderita penyakit anemia.

3.             Hemoglobin
      Kita mempunyai sel darah merah yang lebih banyak dibandingkan dengan sel darah putih. Sel darah merah ini penuh dengan haemoglobin, yang berwarna merah, dan haemoglobin inilah yang membuat darah kita terlihat merah. Haemoglobin mengambil oksigen dari udara di dalam paru-paru, dan pada gilirannya membawa oksigen ini ke jaringan tubuh, dan melepaskannya. Untuk hidup, jaringan tubuh perlu bernafas, sehingga jaringan tubuh itu memerlukan oksigen
     Hemoglobin manusia terdiri dari persenyawaan hem dan globin. Hem terdiri dari zat besi (atom Fe) sedangkan globin suatu protein yang terdiri dari rantai polipeptida. Hemoglobin manusia normal pada orang dewasa terdiri dari 2 rantai alfa (α) dan 2 rantai beta (β) yaitu HbA (α2β2 = 97%), sebagian lagi HbA2 (α2δ2 = 2,5%) dan sisanya HbF (α2γ2) kira-kira 0,5% (Ganie, 2005).
        Gale et.al dalam Ganie (2005) mengatakan bawha sintesa globin ini telah dimulai pada awal kehidupan masa embrio di dalam kandungan sampai dengan 8 minggu kehamilan dan hingga akhir kehamilan. Organ yang bertanggung jawab pada periode ini adalah hati, limpa, dan sumsum tulang
       Lebih lanjut Collins et al  dalam Ganie (2005) mengatakan bawha Karena rantai globin merupakan suatu protein maka sintesisnya dikendalikan oleh gen tertentu. Ada 2 kelompok gen yang bertanggung jawab dalam proses pengaturannya, yaitu kluster gen globin-α yang terletak pada lengan pendek autosom 16 dan kluster gen globin-β yang terletak pada lengan pendek autosom 11.
       Hemoglobin paska kelahiran yang normal terdiri dari dua rantai alpa dan beta polipeptide. Dalam beta thalasemia ada penurunan sebagian atau keseluruhan dalam proses sintesis molekul hemoglobin rantai beta. Konsekuensinya adanya peningkatan compensatori dalam proses pensintesisan rantai alpa dan produksi rantai gamma tetap aktif, dan menyebabkan ketidaksempurnaan formasi hemoglobin. Polipeptid yang tidak seimbang ini sangat tidak stabil, mudah terpisah dan merusak sel darah merah yang dapat menyebabkan anemia yang parah. Untuk menanggulangi proses hemolitik, sel darah merah dibentuk dalam jumlah yang banyak, atau setidaknya bone marrow ditekan dengan terapi transfusi (Suherman, 2010).

B.            Tinjauan Umum Penyakit Thalasemia
1.             Pengertian
        Weatherall and Clegg dalam Ganie (2004) mengemukakan Thalassemia sebagai sekumpulan gangguan genetik yang mengakibatkan berkurang atau tidak ada sama sekali sintesis satu atau lebih rantai globin.
Thalassemia adalah sekelompok penyakit atau keadaan herediter di mana produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu (Djelantik, 1996). Thalassemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin (komponen darah) (Suherman, 2010).
        Dari beberapa pendapat diatas dapat dikatakan bahwa penyakit  Thalassemia merupakan penyakit genetik dimana terganggunya sel darah merah akibat kelainan gen pada hemoglobin. Thalasemia ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang.
        Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin sebagaimana mestinya. Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang berada di dalam sel darah merah dan berfungsi sangat penting untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh yang membutuhkannya sebagai energi. Apabila produksi hemoglobin berkurang atau tidak ada, maka pasokan energi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun terganggu dan tidak mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara normal.
        Di dalam tubuh penderita talasemia terjadi perubahan atau mutasi gen pembawa kode genetik untuk pembuatan hemoglobin. Akibatnya, kualitas sel darah merah tidak baik dan gagal bertahan hidup lama. Pasien talasemia (mayor) mesti menjalani transfusi untuk meningkatkan kadar hemoglobin dalam tubuh. Tugas hemoglobin berfungsi mengikat dan membawa oksigen ke seluruh tubuh. Kadar hemoglobin dalam tubuh rendah menyebabkan kelelahan, bahkan pingsan.
2.             Epidemiologi.
      Thalassemia berasal dari kata thalas dalam bahasa Yunani yang berarti laut. Memang benar, bahwa penderita thalassemia sebagian besar berada disekitar laut Tengah/ Mediteranea, Timur Tengah dan Asia termasuk Indonesia. Kelainan ini telah diteliti dan ternyata ditemukan kelainan genetik yang menjadi dasar timbulnya penyakit (sukmamerati, 2008)
      Tjokronegoro dalam Yunanda (2008) mengatakan bahwa Penyakit thalassemia ini tersebar luas di daerah mediteranian seperti Italia, Yunani Afrika bagian utara, kawasan Timur Tengah, India Selatan, SriLangka sampai kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia, daerah ini di kenal sebagai kawasan thalassemia. Frekuensi thalassemia di Asia Tenggara adalah antara 3-9% .
3.             Macam–macam Thalasemia
      Pada talasemia terjadi kelainan pada gen-gen yang mengatur pembentukan dari rantai globin sehingga produksinya terganggu. Gangguan dari pembentukan rantai globin ini akan mengakibatkan kerusakan pada sel darah merah yang pada akhirnya akan menimbulkan pecahnya sel darah tersebut. Berdasarkan dasar klasifikasi tersebut, maka terdapat beberapa jenis talasemia, yaitu talasemia alfa, beta, dan delta (Aninomous2, 2003).
         Secara molekuler talasemia dibedakan atas (Aninomous2, 2003):
a.              Talasemia alfa.
        Lokeshwa dan Sachdeva dalam Aninomous2 (2003) mengatakan bahwa pada talasemia alfa, terjadi penurunan sintesis dari rantai alfa globulin. Dan kelainan ini berkaitan dengan delesi pada kromosom 16. Akibat dari kurangnya sintesis rantai alfa, maka akan banyak terdapat rantai beta dan gamma yang tidak berpasangan dengan rantai alfa. Maka dapat terbentuk tetramer dari rantai beta yang disebut HbH dan tetramer dari rantai gamma yang disebut Hb Barts. Talasemia alfa sendiri memiliki beberapa jenis yaitu :
1)             Delesi pada empat rantai alfa
Dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb Barts. Gejalanya dapat berupa ikterus, pembesaran hepar dan limpa, dan janin yang sangat anemis. Biasanya, bayi yang mengalami kelainan ini akan mati beberapa jam setelah kelahirannya atau dapat juga janin mati dalam kandungan pada minggu ke 36-40. Bila dilakukan pemeriksaan seperti dengan elektroforesis didapatkan kadar Hb adalah 80-90% Hb Barts, tidak ada HbA maupun HbF.
2)             Delesi pada tiga rantai alfa
Dikenal juga sebagai HbH disease biasa disertai dengan anemia hipokromik mikrositer. Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan. Jika dilakukan pemeriksaan mikroskopis dapat dijumpai adanya Heinz Bodies.
3)             Delesi pada dua rantai alfa
Juga dijumpai adanya anemia hipokromik mikrositer yang ringan. Terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH.
4)             Delesi pada satu rantai alfa
Disebut sebagai silent carrier karena tiga lokus globin yang ada masih bisa menjalankan fungsi normal.
b.             Talasemia beta
Disebabkan karena penurunan sintesis rantai beta. Dapat dibagi berdasarkan tingkat keparahannya, yaitu talasemia mayor, intermedia, dan karier. Pada kasus talasemia mayor Hb sama sekali tidak diproduksi. Mungkin saja pada awal kelahirannya, anak-anak talasemia mayor tampak normal tetapi penderita akan mengalami anemia berat mulai usia 3-18 bulan. Jika tidak diobati, bentuk tulang wajah berubah dan warna kulit menjadi hitam.
Hillman et all dalam Aninomous2 (2003) mengatakan bahwa Selama hidupnya penderita akan tergantung pada transfusi darah. Ini dapat berakibat fatal, karena efek sampingan transfusi darah terus menerus yang berupa kelebihan zat besi (Fe). Salah satu ciri fisik dari penderita talasemia adalah kelainan tulang yang berupa tulang pipi masuk ke dalam dan batang hidung menonjol (disebut gacies cooley), penonjolan dahi dan jarak kedua mata menjadi lebih jauh, serta tulang menjadi lemah dan keropos.
c.              Thalasemia Intermedia/delta
Pada bentuk heterozigot, dapat dijumpai tanda–tanda anemia ringan dan splenomegali. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan kadar Hb bervariasi, normal agak rendah atau meningkat (polisitemia). Bilirubin dalam serum meningkat, kadar bilirubin sedikit meningkat (Aninomous4, 2010).
               i.                   Thalasemia b-d (gangguan pembentukan rantai b dan d  yang letak gen nya diduga berdekatan).
             ii.                   Thalasemia d  (gangguan pembentukan rantai d)
Dunia kedokteran membedakan thalasemia menjadi dua. Yaitu (Aninomous3, 2010):
a.              Thalasemia Mayor
Thalasemia Mayor, bersifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya.
Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley.
Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus.
Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.
b.             Thalasemia Minor,
Pada Thalasemia Minor, si individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul.
Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya.
4.             Gejala Thalesemia.
Gejala klinis yang ditimbulkan berbeda-beda berdasarkan tipenya. Thalasemia mayor, gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur kurang dari 1 tahun, yaitu Lemah,pucat,prkmbngn fisik tdk sesuai dgn umur,brat bdan krg,tidak dapat hidup tanpa transfuse. Thalasemia intermedia : ditandai oleh anemia mikrositik (keadaan eritrosit abnormal dengan ukuran yang lebih kecil dari biasa, berdiameter 5 um atau kurang), bentuk heterozigot. Dan Thalasemia minor/thalasemia trait : ditandai oleh splenomegali (pembesaran limpa), anemia berat, bentuk homozigot.
Pada anak yang besar sering dijumpai adanya gizi buruk, perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba, penurunan Thalesemia.
a.              terjadinya gejala pucat atau anemia
Warna merah dari darah manusia disebabkan oleh hemoglobin yang terdapat di dalam sel darah merah. Hemoglobin terdiri atas zat besi dan protein yang dibentuk oleh rantai globin alpha dan rantai globin beta. Pada penderita thalassemia beta, produksi rantai globin beta tidak ada tau berkurang. Sehingga hemoglon yang dibentuk berkurang. Selain itu berkurangnya rantai globin beta mengakitbatkan rantai globin alfa berlebihan dan akan saling mengikat membentuk suatu benda yang emnyebabkan sel darah merah mudah rusak. Berkurangnya produksi hemoglobin dan mudah rusaknya sel darah merah mengakibatkan penderita menjadi pucat atau anemia atau kadar Hbnya rendah (Aninomous5).
b.             limpa membesar pada penderita thalassemia
Limpa berfungsi membersihkan sel darah merah yang sudah rusak. Selain itu limpa juga berfungsi membentuk sel darah pada masa janin. Pada penderita thalassemia, sel darah merah yang rusak sangat berlebihan sehingga kerja limpa sangat berat. Akibatnya limpa menjadi membengkak. Selain itu, tugas limpa lebih diperberat untuk memproduksi sel darah emrah lebih banyak (Aninomous5).
c.              terjadi perubahan bentuk tulang muka
Sumsum tulang pipih adalah tempat memproduksi sel darah. Tulang muka adalah salah satu tulang pipih. Pada thalassemia karena tubuh kekurangan darah, maka pabrik sel darah, dalam hal ini sumsum tulang pipih, akan berusa memproduksi sel darah merah sebanyak-banyaknya. Karena pekerjaannya yang meningkat, maka sumsum tulang ini akan membesar, pada tulang muka pembesaran ini dapat dilihat dengan jelas dengan adanya penonjolan dahi, jarak antara kedua mata menjadi jauh, kedua tulang pipi menonjol (Aninomous5).
5.             Penurunan Thalasemia
Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal / sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia (homosigot / Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia.
Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak mendapat gen globin yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya, maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah, maka anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin normal dari kedua orang tuanya (Aninomous5, 2007).
6.             Pencegahan dan pengobatan.
Tindakan preventif yang dianjurkan oleh WHO tahun 1994 dalam pengendalian thalassemia pada negara-negara berkembang adalah tindakan preventif berupa skrining penyakit thalassemia pada pupulasi tertentu, konseling genetik pranikah dan prenatal diagnosis. Konseling genetik pranikah ditujukan untuk pasangan pranikah terutama pada populasi yang berprevalensi tinggi (berprevalensi >5%) untuk memeriksakan diri apakah mereka mengemban sifat genetik tersebut atau tidak. Konseling genetik juga ditujukan kepada mereka yang mempunyai kerabat dekat penderita thalassemia (Ganie, 2005).
Pada keluarga dengan riwayat thalasemia perlu dilakukan penyuluhan genetik untuk menentukan resiko memiliki anak yang menderita thalasemia. Pengidap thalasemia yang mendapat pengobatan secara baik dapat menjalankan hidup layaknya orang normal di tengah masyarakat.
Penyakit thalasemia dapat dideteksi sejak bayi masih di dalam kandungan, jika suami atau istri merupakan pembawa sifat (carrier) thalasemia, maka anak mereka memiliki kemungkinan sebesar 25 persen untuk menderita thalasemia. Karena itu, ketika sang istri mengandung, disarankan untuk melakukan tes darah di laboratorium untuk memastikan apakah janinnya mengidap thalasemia atau tidak (Aninomous4, 2010).
Kelahiran penderita thalassemia dapat dicegah dengan 2 cara. Pertama adalah mencegah perkawinan antara 2 orang pembawa sifat thalassemia. Kedua adalah memeriksa janin yang dikandung oleh pasangan pembawa sifat, dan menghentikan kehamilan bila janin dinyatakan sebagai penderita thalassemia (mendapat kedua gen thalassemia dari ayah dan ibunya) (Aninomous5, 2007).
Hingga sekarang tidak ada obat yang dapat menyembuhkan thalassemia. Adapun pengobatan yang sering dilakukan adalah sebagai berikut (Yunanda, 2008):
a.              Transfusi darah diberikan bila kadar Hb telah rendah (kurang dari 6 g%) atau bila anak mengeluh tidak mau makan dan lemah.
b.             Terapi diberikan secara teratur untuk mempertahankan kadar Hb di atas 10 g/dl. Regimen hiper transfusi ini mempunyai keuntungan klinis yang nyata memungkinkan aktifitas normal dengan nyaman, mencegah ekspansi sumsum tulang dan masalah kosmetik progresif yang terkait dengan perubahan tulang-tulang muka, dan meminimalkan dilatasi jantung dan osteoporosis.
c.              Cangkok sumsum tulang ( CST) adalah kuratif pada penderita ini dan telah terbukti keberhasilan yang meningkat, meskipun pada penderita yang telah menerima transfusi sangat banyak. Namun, prosedur ini membawa cukup resiko mortalitas dan biasanya hanya di gunakan untuk penderita yang mempunyai saudara kandung yang sehat (yang tidak terkena)



BAB III
PENUTUP


A.          Kesimpulan
1.             Prevalensi Thalasemia setiap tahun terus meningkat di indonesia. Dimana sekitar 20 juta penduduk Indonesia membawa gen penyakit talasemia. Mereka berpeluang mewariskan penyakit kelainan darah itu kepada keturunannya.
2.             Ada 2 kelompok gen yang bertanggung jawab dalam proses pengaturan rantai globin pada hemoglobin, yaitu kluster gen globin-α dan kluster gen globin-β.
3.             Penyakit  Thalassemia merupakan penyakit genetik dimana terganggunya sel darah merah akibat kelainan gen pada hemoglobin.
4.             Secara molekuler talasemia dibedakan Talasemia alfa, Talasemia beta dan Thalasemia Intermedia/delta sedangkan secara klinis talasemia dibedakan atas Thalasemia Mayor dan Thalasemia Minor
5.             Gejala Thalesemia yakni terjadinya gejala pucat atau Anemia, limpa membesar dan terjadi perubahan bentuk tulang muka.
6.             Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka Kemungkinan pertama si anak mendapat gen globin yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya, maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah, maka anak hanya membawa penyakit ini.
7.             Tindakan preventif yang dianjurkan oleh WHO tahun 1994 dalam pengendalian thalassemia pada negara-negara berkembang adalah tindakan preventif berupa skrining penyakit thalassemia pada pupulasi tertentu, konseling genetik pranikah dan prenatal diagnosis.
8.             Hingga sekarang tidak ada obat yang dapat menyembuhkan thalassemia. Adapun pengobatan yang sering dilakukan adalah Cangkok sumsum tulang ( CST), Transfusi darah  dan Terapi.
B.           Saran
1.            Lakukan tes darah pada setiap calon pengantin.
2.            menghentikan kehamilan bila janin dinyatakan sebagai penderita thalassemia.



DAFTAR PUSTAKA



Aninomous1, 2002. Darah. http://id.wikipedia.org/wiki/darah. Diakses pada tanggal 5 Mei 2011

---------------2. 2003. Talasemia.  http://id.wikipedia.org/wiki/Talasemia. Diakses pada tanggal 5 Mei 2011.

---------------3. 2010. Askep Anak dengan Thalasemia. http://www .pendidikan-kesehatan.co.cc/2010/07/askep-anak-dengan-thalasemia.html. Diakses pada tanggal 5 Mei 2011.
---------------4, 2010. Thalasemia. Nucleus Precise News Letter # 64. info.services@nucleus-precise.com. Diakses pada tanggal 5 Mei 2011.

---------------5, 2007. Apakah penyakit thalassemia itu?. http://www.phtdi. org/content/view/15/. Diakses pada tanggal 5 Mei 2011.

Departemen kesehatan. 2007. Deteksi Dini Thalasemia   http://www.litbang. depkes.go.id/aktual/anak/thalasemia060507.htm. Diakses pada tanggal 5 Mei 2011.

Djelantik, I.B (1996). Lekemia, Panduan Praktikum Dan 500 Soal Jawab Hematologi. Widya Medika. Jakarta.

Ganie, R.A. 2005.  Thalassemia: Permasalahan dan Penanganannya. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Patologi pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan.

--------------- (2004). Kajian DNA Thalassemia α di Medan, Medan : USU Press

Lanni F. (2002). Heterogenitas Molekular Gen Globin-β di Indonesia: Kaitannya dengan Pola Penyebaran Thalassemia-β dan Afinitas Genetik antarpopulasi di Indonesia. Disertasi Doktor Bidang Ilmu Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

Simbolon, S.C. 2009. Thalassemia, Meningkat Tiap Tahun. Artikel http://kesehatan.kompas.com/read/2009/04/10/1614358/thalassemia.meningkat.tiap.tahun. Diakses pada tanggal 5 Mei 2011.

Suherman, 2010. Penyakit Thalasemia. http://penyakit.biz/category /penyakit-dan-solusinya/penyakit-thalasemia. Diakses pada tanggal 5 Mei 2011.

sukmamerati, 2008, Thalassemia, penyakit yang memerlukan transfusi darah seumur hidup. http://www.sukmamerati.com /thalassemia-penyakit-pada-anak-yang-memerlukan-transfusi-darah-seumur-hidup. Diakses pada tanggal 5 Mei 2011.

Trubus online. 2007. Ketika Salwa Tak Cuci Darah. www.trubus-online.co.id/indeks.php.ketika-salwa-tak-cuci-darah.html. Diakses pada tanggal 5 Mei 2011.

Yunanda, Yuki. 2008.  Thalasemia. Makalah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan

maaf jika terjadi ada pengutipan pada isi makalah tanpa/lupa mencantumkan referensi. tulisan ini dibuat sewaktu masih kuliah dan diposting untuk menambah pengetahuan kita semua, semoga bermanfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar